Tuesday, July 28, 2009

Gurita Bisnis dari Gang Sempit

Ruang lingkupnya yang lebih sempit membuat kawasan ini tidak sepopuler Sentra Kaos Suci. Tapi tempat ini juga dinamakan sebagai kawasan perajin kaos.

Berada di Gang Pesantren, Jalan Pagarsih RW 08 Kelurahan Jamika Kecamatan Bojongloa Kaler,sebuah gapura di muka gang sudah menyambut dengan tulisan "Kawasan Perajin Kaos". Ketika memasuki gang selebar kira-kira satu meter ini langsung tampak baju-baju anak tergantung di muka toko. Di mana toko-toko tersebut rata-rata juga berfungsi sebagai rumah.

Secara resmi kawasan ini memang sudah diresmikan sebagai kawasan perajin kaos. Pertama kali saat zaman Walikota Aa Tarmana. Begitupun sekitar seminggu yang lalu Walikota Dada Rosada juga mengunjungi kawasan ini dan meresmikan sebagai kawasan perajin kaos.

Awalnya tentu tak seramai sekarang. Menurut Ratna Komala (52), perintis perajin kaos di kawasan ini adalah ibunya di tahun 1972. "Saat itu ibu saya menjahit kecil-kecilan," tutur Ratna. Saat itu barang yang diproduksi adalah kaos.

Saat orang tuanya meninggal pada tahun 1979, Ratna meneruskan usaha pembuatan kaos tersebut di tahun 1980. Wanita yang juga berprofesi sebagai pengajar di SMA Margahayu ini di tahun tersebut membuka usaha konveksi.

Keinginan Ratna untuk membuka lapangan pekerjaan membuat dirinya tak lupa dengan penduduk setempat. Beberapa orang warga diberikannya modal mesin jahit dan orderan untuk membuat kaos. Prosuk-produk kaos dari warga ditampung oleh Ratna untuk dipasarkan.

Melihat peluang usaha baju anak ini, antara tahun 1994-1995 mulailah bermunculan perajin-perajin dan toko-toko grosir baru. Tahun 2000-2005, kawasan ini berkembang cukup pesat. Toko-toko grosir dan perajin-perajin baru bertambah banyak. Walaupun tidak semua dari mereka asli penduduk setempat.

Toko-toko grosir ini menampung produk-produk dari para perajin tapi ada juga diantaranya yang membuat sendiri dan menjual sendiri. Para pedagang pun tak sebatas menjual produk dari perajin di Gang Pesantren, ada juga yang membeli langsung dari pabrik. Saat ini ada lebih dari 10 perajin dan enam pemilik toko grosir dan toko-toko untuk menjual bahan baju.

"Banyak yang membeli rumah di daerah sini dan membuka usaha di sini," tutur Ratna. Ratna sendiri memiliki empat toko grosir, dua pegawai tetap dan beberapa perajin.

Berapa omzetnya? Ratna enggan menyebutkan. Begitu pula pedagang lain enggan menyebutkan. Tapi bayangkan jika seorang pedagang bisa memproduksi 4400 lembar kaos? Bukankah ini sebuah bisnis yang menguntungkan.
detik.com

warung gang sempit

Warung Lontong Kari Kebon Karet menyempil di ujung sebuah gang sempit. Meski begitu, pembelinya berdatangan nyaris tiada henti dari pagi hingga malam hari. Apa sebenarnya keistimewaan lontong kari di warung itu?

Dari Jalan Otto Iskandardinata, Bandung, warung tersebut sama sekali tidak kelihatan. Hanya ada satu papan nama Lontong Kari Kebon Karet dan tanda panah sebagai petunjuk keberadaan warung tersebut. Kami mengikuti petunjuk papan nama itu dan tiba di sebuah mulut gang selebar satu meteran.

Kami menelusuri gang yang meliuk-liuk di tengah permukiman padat itu. Ternyata di sana ada beberapa warung makan, kios reparasi sepatu, hingga penjual colenak (tape bakar yang diberi gula merah cair). Di ujung gang, baru kami temui warung Lontong Kari Kebon Karet (LKKK).

Warungnya sederhana, tetapi relatif bersih. Setidaknya, tidak ada bau tak sedap yang menyeruak di warung itu. Meja dan kursi juga bebas dari ceceran bekas makanan.

Sekitar pukul 08.30, Jumat (3/7), sejumlah pembeli menempati sebagian besar kursi yang tersedia di warung berukuran sekitar 30 meter persegi itu. Hampir semuanya memesan lontong kari dan es campur. Dua menu itu memang menjadi andalan warung tersebut.

Semakin siang, pengunjung yang datang semakin banyak. Ada ibu-ibu berkerudung, anak-anak muda berpakaian modis, dan bapak-bapak berpakaian tentara serta polisi. Puncaknya terjadi setelah waktu shalat Jumat. Semua kursi yang ada di warung itu diduduki pembeli. Mereka yang tidak kebagian kursi harus menunggu di gang sempit.

”Kalau hari Sabtu dan Minggu lebih penuh lagi karena banyak orang Jakarta yang mampir. Mereka sampai berbaris di gang sebelum mendapat kursi di dalam,” ujar Aldi Junaedi (42), pengelola warung tersebut.

Mengapa orang rela antre di gang sempit itu sekadar untuk mencicipi lontong kari?

Sebenarnya, penjual lontong kari tersebar hampir di semua wilayah Bandung. Biasanya mereka menjajakannya keliling kampung dengan pikulan pada pagi hari. Secara umum, tampilan masakan ini seperti gulai yang terdiri dari lontong ditambah kuah kari encer dengan isi tetelan (daging campur lemak). Makanan ini disajikan dengan kerupuk mi atau merah.

Nah, LKKK agak berbeda. Kuah karinya lebih kental dengan isi daging sengkel tanpa lemak. Masakan ini disajikan dengan lontong, emping, acar ketimun, sambal, dan jeruk limau. Rasanya, gurih, sedikit manis, dan kaya rempah.

”Buat saya, lontong kari di sini rasanya istimewa,” kata Melly (35), warga Padalarang yang datang ke warung itu bersama ibunya, Yenny (54).

Dia mengaku dua minggu sekali pasti datang ke warung itu untuk menyantap semangkuk lontong kari. ”Kakek-nenek saya, ibu saya, juga jadi pelanggan di sini. Jadi, saya ini pembeli generasi ketiga,” katanya.

Harga semangkuk lontong kari biasa Rp 9.000. Lontong kari spesial telur Rp 10.000. Biasanya, pembeli memesan lontong kari spesial dan semangkuk es campur.

jadi laper . . . :D

kompas.com